Rumah Ane Gudangnya Hantu #9 - Cerita Seram Kaskus

Rumah Ane Gudangnya Hantu #9

Cerita ini waktu ane dan kakak masih SD, ane lupa saat itu kelas berapa yang jelas waktu itu sekitaran ane kelas 5 SD. Jadi karena tempat mengaji ane sebelumnya berjarak satu kilometer dan lama-lama waktu untuk menjemput kami menjadi semakin susah, akhirnya diputuskan kami pindah mengaji di musholla Kyai Bisri yang letaknya ada di depan rumah.

Teman-teman ane di tempat mengaji yang baru ini didominasi oleh anak madura sehingga ane yang mulanya tidak mengerti sama sekali bahasa madura, lama kelamaan mengerti apa yang mereka bicarakan.

Di tempat mengaji yang baru ini, kami mulai mengaji pukul 4 sore dan baru pulang setelah sholat isya dan puji-pujian selesai.
Pada hari itu kami beramai-ramai jalan pulang bersama teman-teman dari tempat ngaji. Kami berjalan bersama karena kebanyakan letak rumah mereka ada di perkampungan belakang rumah ane. Saat asyik-asyiknya bercanda di tengah jalan, tiba-tiba salah satu teman ane berteriak
"Bedeh panahan taeh! Panahan taeh! (Ada panah t*ai! Panah t*ai! )".
Ane dan kakak yang bingung akan maksud dia langsung mendongak ke atas dan melihat keanehan tersebut untuk pertama kalinya di hidup kami. Kami melihat beberapa api menyerupai anak panah melesat terbang dengan jarak sekitar 20 meter dari atas kepala kami.
Sontak setelah teriakan anak pertama tersebut, teman-teman kami langsung berteriak ramai-ramai dan berlari mengejar benda tersebut.
"Panah taeh! Panah taeh! Panah taeh! Bedeh panahan taeh! (Panah t*ai! Panah t*ai! Panah t*ai! Ada panah t*ai! )".
Mereka terus berlari dan mengejar benda melayang tersebut hingga kami kehilangan jejak mereka di kegelapan.
Kami yang awalnya ikutan mengejar, akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah dan belajar.
Sesampainya di rumah, ane nyeletuk bertanya pada Emak ane yang sama-sama orang madura, "Mak, panahan taeh iku opo? Kok diarani panahan taeh? (Mak, panah t*ai itu apa? Kok disebut panahan t*ai?)".
Emak ane pun kemudian menjawab, "Iku santet, Nduk, ati-ati lek ndek dalan ketemu. Diarani ngunu soale lek diceluk panahan taeh, santet e iso gagal ga kenek wong e. (Itu santet, Nak, hati-hati kalau di jalan bertemu. Disebut begitu karena kalau dipanggil panah t*ai, santetnya bisa gagal ga kena orangnya)". Ane dan kakak yang mendengar jawaban Emak ini pun hanya manggut-manggut.

Ternyata petualangan kami malam itu tak berhenti hanya dengan melihat "panahan taeh" saat di jalan pulang tadi. Malam itu tak seperti biasa, bokap ane memutuskan untuk pulang ke rumah dan otomatis kakak dan ane tidur di kamar bokap. Yang paling kami ingat pada waktu itu adalah malam itu terdengar sunyi senyap tanpa ada suara serangga malam bernyanyi. Angin pun seakan-akan tidak bertiup, sehingga saat kami tidur kami hanya mendengar suara helaan nafas kami.

Tiba-tiba pada pukul 1 pagi, bokap ane menerima panggilan dari rumah sakit untuk segera mengoperasi pasiennya yang sedang kritis. Ane dan kakak yang terbangun karena mendengar suara dering telepon, hanya memandang sedih bokap ane yang pamit untuk keluar lagi.
Setelah itu, ane dan kakak mencoba untuk tidur lagi. Belum genap kami memejamkan mata, tiba-tiba kami dikagetkan dengan kilatan cahaya yang berasal dari luar jendela kamar. Kami yang masih tertegun akhirnya memutuskan untuk membuka jendela kamar bokap ane yang terhubung dengan pekarangan rumah. Dan disitu kami berdua berdiri tak berkedip ketika melihat sejumlah telur yang dikelilingi api di sekitarnya sedang terbang rendah melintasi jendela kamar kami. Anehnya telur-telur tersebut tidak melesat kencang, tapi seakan-akan terbang mencari arah untuk jatuh.
Ane yang teringat kata-kata Emak ane tentang santet, langsung berteriak "Panah taeehhh!!!".
Dan Blaaarrr... seperti suara kilat, tiba-tiba telur-telur itu berjatuhan dan kami berdua kembali menyaksikan gelapnya pekarangan rumah.
Kami masih berusaha mencari-cari kemana arah perginya telur-telur tersebut, tapi karena tak kunjung menemukan hasil kami berdua akhirnya memutuskan untuk pindah tidur di kamar depan bersama dengan Emak.

Paginya saat kami hendak berangkat sekolah, kami mendengar suara-suara ramai di sekitar pekarangan rumah. Disitulah ane dan kakak melihat tukang kebun kami sedang menunjukkan pohon pisang di pekarangan rumah terbakar hangus. Anehnya pohon pisang kami ini terbakar dari daun hingga ke ujung akar, padahal kemarin pohon pisang kami dalam kondisi normal dan sedang berbuah. Ingatan ane langsung merujuk pada peristiwa semalam, karena ane yakin lokasi jatuhnya telur-telur tersebut adalah lokasi yang sama dimana pohon pisang ane terbakar hangus.

Setelah seminggu kejadian tersebut, ane mendengar tetangga sebelah kanan rumah suaminya sedang sakit keras. Dari berita yang santer beredar, suaminya menderita penyakit yang tidak wajar, seperti kulit yang menghitam dan berkoreng, muntah darah dan nanah, kemudian perutnya membesar dan mengeluarkan cairan berbau busuk. Padahal saat ditanya, seminggu yang lalu suaminya baik-baik saja dan tidak mempunyai riwayat penyakit seperti yang dialaminya saat ini. Ane yang penasaran pun bertanya kepada emak, dan ajaibnya pikiran kami sama yaitu "Bapak itu telah disantet".