Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XIV - 7 Maret 2011 - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XIV - 7 Maret 2011

WARNING!! Harap dibaca dulu sebelum lanjut.

Cerita kali ini adalah cerita yang paling misterius dan lebih 'berbahaya' ketimbang cerita 'wanita' itu.

Yang jadi masalah di cerita ini, kata kuncinya adalah Nama

Yaitu "nama" dari 'mahluk' yang diceritakan di cerita ini. Dan gangguan dari sang pemilik nama juga sudah saya rasakan setelah selesai membaca hasil Scan dari Diary yang asli dari Elisa.

Gangguan-gangguan yang muncul saya ceritakan pada Elisa dan membuat kami urung untuk mempublikasikan cerita ini.

Namun, setelah kami diskusi, cerita akan tetap kami publikasikan, tapi Nama dari 'mahluk' itu akan kami samarkan dalam cerita ini. Karena Nama yang dimaksud bukanlah nama yang familiar. Tapi bisa jadi menjadi "Nama" khusus buat 'mahluk' itu. Hal ini kami lakukan untuk melindungi pembaca.

Tapi, jujur kami belum tau apakah hal ini berhasil.

Mohon kabari saya secepatnya apabila 'dia' juga mengganggu anda.

Apabila sudah positif dengan menyamarkan nama si 'mahluk' membuat 'dia' tidak mengganggu agan-agan, baru saya akan post part ke-2 keesokan harinya.

Mohon maaf sebelumnya

Note : apabila ada yang kurang yakin atau takut, mungkin sebaiknya jangan membaca part ini. Terimakasih.
Note 2 : Mohon maaf kalau misalkan saya belum bisa balas satu2 post dari agan2, soalnya gangguan belum selesai dan saya belum tidur dari semalam

=========================================================================================

7 Maret 2011

Halo diary… aduh aku kangen sekali padamu…

Dua hari kita tidak bertemu..

Aku sudah tidak sabar untuk cerita pengalaman selama dua hari kemarin aku pergi. Kamu tidak keberatan kan? Aku perlu membagi cerita ini atau aku bisa sangat stress…

Jadi, seperti yang aku sudah tuliskan tiga hari lalu, aku dan kawan-kawan kan pergi ke ke villa **** ********* (disensor untuk menghindari tuntutan pencemaran nama baik)

Villa itu sendiri sih seperti cottege pada umumnya. Beraksen seakan terbuat kayu-kayu dan terkesan romantic karena penerangan sedikit remang.

Dibagian belakang villa terdapat jalan setapak dengan pepohonan rindang, beberapa ranting pohon bahkan menutupi sebagian dari jendela-jendela yang menghadap belakang.

Sedangkan bagian depannya langsung berhadapan dengan laut. Yah, tidak langsung sih, tapi setidaknya masih kelihatan lah lautnya.

Seperti biasa mahasiswa, begitu datang kita hanya melempar barang-barang bawaan dan segera pergi bermain. Sampai dengan malam harinya.

Tidak ada yang terjadi pada saat siang sampai dengan malam hari pertama.

Sampai dengan tengah malam kami masih bangun untuk bermain kartu di ruangan tengah villa kami. Aku dan cewek2 lain tidur di lantai 1, sedangkan para cowok tidur di lantai 2. Supaya tidak terjadi khilaf diantara kami tentunya, hehe..

Tapi tidak ada satupun dari kami yang berniat tidur di hari pertama ini.

Setelah bosan bermain kartu, Bobby mengajak kami untuk bercerita seram agar lebih menghidupkan suasana.

Aku sudah menolak keras dan berdalih kalau aku paling takut cerita-cerita hantu itu.

Masalahnya, aku tidak bisa ‘merasakan’ atau ‘melihat’ apapun disini. Tidak seperti biasanya, karena setidaknya pasti tempat seperti ini ada penunggunya.

Tapi aku tidak bisa mendeteksi apapun disini, hanya ada aura berat seakan membuat sulit bernafas.

Karena itulah aku merasa sangat was-was…

Begitu juga dengan Cindy, sepertinya dia juga bisa merasakan aura yang tidak biasa ini deh. Karena biasanya apabila ada yang bercerita tentang horror, Cindy malah bersemangat untuk memberitahukan ‘penglihatan’nya akan ‘mereka’ yang sedang ikut mendengarkan cerita horror itu bersama mereka.

Karena itu aku dan Cindy memutuskan untuk memisahkan diri dari mereka dan beralasan kalau kami sudah mengantuk dan memang takut untuk mendengar cerita-cerita hantu itu.

Kami naik ke kamar, aku dan Cindy maksudnya, lalu kami mengobrol-ngobrol ringan mengenai perjalanan kemari.

“Ngomong-ngomong Lis, lu ngerasain juga?” tanya Cindy sambil matanya menyapu ruangan.

Aku tau maksudnya, tentang Villa ini pasti “Iya, aku ngerasain”

“Perlu gak kita larang anak-anak dibawah buat cerita setan begitu?” tanya Cindy, mengarahkan jempolnya untuk mengisyaratkan lantai bawah, tempat teman-temanku yang lain sedang berkumpul “masalahnya kalo dateng beneran yang diincer pasti gue ama lu duluan” lanjutnya.

Iya, aku paham sekali pendapat Cindy itu. Kalau ada ‘mahluk’ yang penasaran pada kami, sudah pasti aku dan Cindy yang peka akan kehadiran ‘mereka’ yang akan ditunjukkan terlebih dulu.

Kenapa? Karena kami adalah saksi mata yang bagus untuk mereka dibanding mereka yang tidak bisa melihat.

Kalau mereka yang tidak bisa melihat mendapatkan gambaran mengenai sosok ‘mahluk’ itu dari kami yang bisa melihat, akan lebih mudah buat ‘mereka’ untuk menampakkan diri pada orang-orang yang tidak bisa melihat.

Sudah kubilang kan… saksi mata yang baik…

Selain itu, kami yang punya ‘kutukan’ ini lebih rentan, menurut dari orang yang kukenal karena semakin dekat dengan ‘dunia sana’ maka ‘bau’ kami akan lebih menarik bagi ‘mereka’.

Okelah, cukup dengan teori-teori semacamnya. Intinya aku dan Cindy berada dalam resiko yang lebih besar untuk gangguan ‘mereka’ ketimbang yang lainnya.

“Memang bagaimana kamu mau larang mereka?” tanyaku

“Iya yah…” Cindy tampak berpikir keras “Kalo kita larang sekarang, satu-satunya cara ya ngaku kalo minimal gua bisa ngeliat, lu sih bilang aja karena takut” simpulnya.

Aku tidak setuju, karena itu aku menggeleng dan bilang “Ntar kamu yang dibilang orang aneh, soalnya macam kita ini kan dicapnya udah mendekati dukun gitu” kataku.

“Gapapa deh, yang penting kita berentiin mereka dulu, nextnya bisa dipikirin lagi…” kata Cindy “Lagian, paling mereka nanya apa gue bisa ramal cinta ato enggak” hibur Cindy sambil berdiri dan berjalan ke pintu kamar kami.

Tiba-tiba mati lampu.

“!@#$” umpat Cindy (disensor)

Yahh… dia memang sedikit sering mengumpat….

Tapi mati lampu ini benar-benar aneh, karena bahkan kami tidak bisa melihat apapun. Bahkan seakan tidak ada cahaya apapun dari jendela, gelap gulita.

Aku berusaha mencari-cari HPku…

Anehnya aku tidak menemukannya, padahal aku menaruhnya tepat dibawah tanganku sebelum mati lampu.

“Lis… HP gua disitu enggak?” tanya Cindy

“Enggak tuh, aku juga enggak ketemu HPku” jawabku

“Perasaan tadi gua udah kantongin deh” Cindy terdengar sedikit panik.

BRAKKKK!!!!

Tiba-tiba terdengar bunyi yang sangat kencang. Seakan baru saja petir menyambar di samping kamar kami.

Kemudian aku merasakan sedikit perubahan aura di sekitarku. Aku tidak lagi sulit bernapas, auranya sedikit menipis. Tapi aku bisa merasakan ‘mereka’ sekarang.

Banyak sekali….

Pikirku saat itu adalah bagaimana caranya untuk segera pergi dari sini. Tapi hal itu tidak mungkin, aku dan Cindy sama-sama tidak bisa membawa mobil, dan selain itu mobil hanya 2 dan tidak mungkin hanya satu mobil untuk dipakai sisa teman-temanku.

Tiba-tiba aura keberadaan ‘mereka’ menghilang dan lampu menyala kembali.

Kami berdua, aku dan Cindy saling menatap kebingungan. Ini sangat aneh sekali.

Cindy langsung buru-buru keluar kamar dan dengan cepat turun ke ruang tengah tempat teman-teman kami berkumpul.

Aku berusaha menyusulnya sebisaku.

Dibawah Cindy langsung bertanya dengan marah ke teman-teman kami “Siapa yang cerita barusan? Cepet ngomong!! Siapa yang barusan cerita?”

“Gua yang cerita, apaan sih lu nek? Galak banget” jawab Andy

Tanpa peduli omongan Andy, Cindy langsung menghampiri cowok itu dan berkata serius “lu cerita apa? Ceritain ke gua SEKARANG!!” katanya

“Loh, katanya lu berdua takut?” ejek Bobby

“Kagak usah ikut-ikut lu, gua cuman kagak sudi didatengin yang aneh2 cuman gara2 cerita lu-lu orang pada” sembur Cindy dengan marah, kemudian dia kembali ke Andy dan mendesis marah “Cerita!! SEKARANG!!”

Sepertinya Andy agak takut dengan sikap Cindy yang garang deh, karena dia langsung bercerita.

Ceritanya simple, aku masih bisa mengingat intinya. Intinya adalah anak kecil yang sedang tidur di rumah diganggu oleh suara ketukan di luar jendelanya. Setelah anak itu memeriksa jendelanya, ternyata dia mendengar suara ketukan itu ternyata bukan dari jendela, melainkan dari tempat lain.

Dan tempat itu ternyata adalah lemari kayu yang ada di kamarnya.

Cerita yang sudah sering kami dengar. Untuk berjaga-jaga, Cindy juga bertanya pada Bobby, Ani, Deasy dan Gerald untuk cerita-cerita mereka.

Baru Bobby, Ani dan Andy yang sudah bercerita diantara mereka.

Cerita Bobby hanya cerita seram semata mengenai kakek-kakek yang sering kelihatan di kampus kami. Dia tidak tau saja kalau kakek itu tidak berbahaya, malah baik dan sering tersenyum.

Cerita Ani sebaliknya menjadi catatan bagiku dan Cindy, ceritanya mengenai bayangan yang berusaha menjadi nyata dengan mencelakakan manusia pemilik dari bayangan itu.

Waktu menunjukkan jam 2:49 pagi waktu kami memutuskan untuk memasak sesuatu.

Hari hampir terang dalam beberapa jam dan aku sangat mengantuk.

Cindy merasakan hal yang sama sepertiku karena dia menanyakan apakah aku mau ikut dia kembali ke kamar untuk tidur.

Aku langsung menyetujui usulan itu dan pergi ke kamar bersamanya.

Tidak butuh waktu lama sepertinya untukku langsung tidur deh, karena aku tidak ingat apa-apa lagi setelah aku naik keatas Kasur.

Tapi aku ingat dengan pasti apa yang kulihat saat terbangun.

Aku terbangun dengan tidak sengaja sekitar jam 4:00, aku ingat jam digital disamping tempat tidur menunjukkan angka itu.

Aku merasakan sesuatu berada di bawah selimutku…

Sesuatu sedang merayap dibawah kakiku. Jelas bukan seekor binatang karena aku merasakan sentuhan yang dingin, seperti diselimuti es batu.

Perasaan dingin itu merayap naik ke atas tubuhku, dibawah selimutku…

Perlahan-lahan aku menggeser tanganku ke pinggiran selimutku..

Sesuatu itu merayap naik melewati perutku sekarang. Tanganku menggenggam pinggiran selimut sekarang..

1..2…3….!!

Aku menyibak selimutku ke atas..

Tidak ada apa-apa…

Aku menyangka akan ada ‘sesuatu’ yang akan menatapku dari balik selimutku, tapi tidak, tidak ada apapun di bawah selimutku, perasaan dingin itupun sudah menghilang sekarang.

Aku berpikir kalau itu hanyalah pikiranku saja. Aku menenangkan diriku dan bersender nyaman pada bantal kepala yang empuk.

Tepat di depan wajahku, seorang nenek yang sangat tua menatap kepadaku.

Dia seakan berdiri.. atau melayang di sisi atas tempat tidurku. Wajahnya pucat kebiruan, bajunya berwarna ungu dan sangat kotor dengan tanah, bagaikan nenek itu baru saja bergulingan di tanah.

Perlahan… ‘nenek’ itu mendekatkan wajahnya perlahan ke wajahku…

Pada saat itu aku tidak bisa merasakan tubuh di bawah leherku sama sekali, sepertinya semua tenaga sudah diambil dari tubuhku itu...

“….” Mulut nenek itu seperti mengucapkan sesuatu, aku mendengarnya seperti gumaman, tapi aku mendengar seperti kata “cucu”.

“Apa?” tanpa sadar mulutku mengatakan kata-kata itu.

“Cucu nenek… S******* hilang… nenek harus cepat cari… cucu nenek harus mati…. harus mati…”

Bisiknya lagi.

“Cucu nenek?” tanyaku lirih, sekali lagi aku tidak sadar saat mengatakan itu, seperti sesuatu dalam diriku yang mendorong mulutku untuk mengatakan pertanyaan itu tanpa sadar.

Mata nenek itu tiba-tiba melotot dengan penuh kemarahan padaku.

“S********!!! S********!!! Kamu lihat!? Kamu lihat!?” teriaknya sambil mendekatkan wajahnya yang kini penuh dengan kemarahan, urat-urat kemarahannya yang bercampur dengan keriput di wajahnya sangat mengerikan.

Kemudian nenek itu mencekikku, kekuatan cekikannya benar-benar kuat.

“Mana S********!!? Nenek harus bunuh dia…!!!? MANA S********!!!!!??” murka nenek itu sambil mencekikku dengan lebih erat.

Aku tidak bisa mengucapkan apapun karena cekikan dari nenek itu aku hanya bisa sekuat tenaga menggerakkan leherku untuk menggeleng sambil mulutku bergerak-gerak berusaha berbicara.

Nenek itu melonggarkan cekikannya, namun roman marah masih belum hilang dari wajahnya “DIMANA DIA!!!? DIMANA S********!!!?” teriaknya.

“A-aku tidak tau nek… aku tidak kenal cucu nenek..” bisikku sambil memegangi leherku yang terasa sangat sakit.

Nenek itu menjerit sekuatnya, lalu mencabut pisau dari kebayanya, kemudian melayang di atasku berbaring dan melesat keluar jendela sambil berteriak “DIMANA KAU S********!!?” teriaknya berulang-ulang sampai sosoknya menghilang menembus jendela.

Seketika itu, aku baru bisa menemukan tenagaku kembali dan merasakan anggota badanku.

Aku terduduk sambil terbatuk-batuk karena rasa sakit dari cekikan nenek tadi masih tersisa..

“Cin..?” kataku sambil menengok ke arah ranjang temanku, dengan maksud ingin menanyakan apakah dia melihat nenek itu tadi.

Tapi Cindy tidak ada di tempat tidurnya, selimutnya terbuka dan terjuntai separuh ke lantai…

Lanjut besok ya Diary… tidak sadar aku sudah menulis 5 halaman, cerita ini belum selesai tapi ini suda hampir tengah malam….

besok pagi-pagi aku akan lanjutkan cerita ini… Aku janji deh..

Aku sudah mengantuk sekarang, Good Night Diary, besok kita akan jumpa lagi.



=== Cerita Selanjutnya ===