Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXIII - 25 Juni 2011 - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXIII - 25 Juni 2011

Hari ini aku dan Cindy kembali main ke rumah Rina. Tentu saja untuk satu tujuan, kolam renangnya.

Selain karena tidak perlu terganggu karena orang lain, juga karena aku masih sedikit malu untuk mengenakan baju renang di kolam renang umum.

Jadi aku dan Cindy kembali seharian bermain-main di kolam renang pribadi Rina.

Sampai ketika jam 2 siang, karena terlalu keasyikan bermain di kolam renang, Rina melupakan rencananya untuk memesan makanan untuk kita bertiga.

Akhirnya Rina dan Cindy memutuskan untuk pergi sebentar membeli makanan karena perut yang sudah sangat keroncongan.

Tadinya aku juga diajak oleh mereka, tapi karena kelelahan setelah bermain-main selama dua jam di kolam, aku jadi malas menggerakkan tubuhku yang sedang berbaring di kursi malas di pinggir kolam renang, he..he..he..

Tapi sekarang, aku jadi berpikir seharusnya dari awal aku memaksakan diriku untuk ikut dengan mereka berdua.

Ketika aku sedang bermalas-malasan di kursi itu sambil terkantuk-kantuk, samar-samar aku mendengarkan suara yang samar-samar kukenal.

‘Buoooo’

“Uh?” keluhku sembari berusaha mengusir kantukku untuk membuka mata.

Aku merasakan sentuhan yang dingin pada pergelangan kakiku.

‘Buooooo’

“Hah?” aku memusatkan pandangan pada asal sentuhan dingin itu.

Dan aku langsung mengingat suara itu. Karena tepat di samping kakiku yang terjulur di kursi malas, berlutut ‘mahluk’ itu.

Penampilannya masih sama, dengan wajah sangat berkeriput, warna rambut dan alis berwarna putih, dan lubang kosong sebagai pengganti mata dan mulut.

‘Buooooo’

“AH!?” teriakku ketika tangan ‘mahluk’ itu menggenggam pergelangan kakiku.

‘Buooooooo!!’

“AHH!!”

‘Mahluk’ itu menarikku turun dengan paksa dari kursi malas tempatku berbaring.

“AWW!!” teriakku kesakitan ketika aku merasakan kepalaku terantuk ketika tubuhku terhempas ke lantai.

‘BUOOO!’

“Ah!! Auw!!” aku hanya bisa berteriak selama ‘mahluk’ itu menyeretku di lantai yang licin.

Kemudian aku merasakan tubuhku melayang.

‘BYURR’ dan aku terjatuh dengan punggungku terlebih dulu pada kolam renang.

Aku menggelepar-gelepar panik di kolam renang karena berusaha mendapatkan penapak pada kakiku.

Sialnya, bagian kolam tempat aku terjatuh ini sepertinya cukup dalam.

Sebenarnya aku bisa berenang, tapi hantaman air ketika aku masuk ke dalam kolam renang itu mengeluarkan semua cadangan oksigen pada paru-paruku. Aku panik karena masuk ke dalam air tanpa persiapan sehingga paru-paruku terasa memberontak mencari oksigen.

Kakiku menyentuh lantai kolam, dan aku segera menendang dasar kolam sekuatnya hingga kepalaku mencapai permukaan kolam.

Aku menarik nafas sedalam-dalamnya, hingga paru-paruku terisi penuh dengan oksigen.

“Hahh…” aku menghembuskan nafas lega. Kemudian melihat ke sekelilingku. ‘Dia’ tidak ada, ‘mahluk’ itu tidak ada.

Kemana dia? Pikirku panik.

Jawabannya datang tidak lebih dari beberapa detik kemudian.

“Ah!!?” teriakku ketika kakiku ditarik oleh sesuatu.

Aku melihat ke bawah, dan kulihat ‘mahluk’ itu sedang berjongkok di dasar kolam dan menarik kakiku.

‘Buooooooooooohhhhhhhhh’

Suara ‘mahluk’ itu bergema di dalam air, gelembung-gelembung air keluar dari kedua mata dan mulut ‘mahluk’ itu layaknya pipa oksigen yang biasa terpasang di aquarium.

“Ahh!! Tolong!!”

“Tolong!!”

Teriakku panik sambil menggelepar-gelepar hampir tenggelam. ‘Mahluk’ itu mulai memeluk kakiku dan menariknya dengan tenaga yang lebih kuat lagi.

“Ahh!!....” bleb..bleb…bleb…. “To-!!!” bleb..bleb…bleb….

Aku berteriak-teriak semampunya dengan kondisi kepalaku hampir tenggelam seluruhnya. Hidungku beberapa kali kemasukan air sehingga aku mulai merasa sangat panik.

‘BUOOOOO!!!!’

‘Mahluk’ itu berteriak sangat keras di dalam air, kemudian aku merasakan ‘dia’ mencengkeram kakiku dengan keras.

Aku tenggelam..

Aku ditarik dengan kencang di dalam air, tapi bukan ditarik ke dasar kolam, melainkan aku merasakan badanku meluncur sangat kencang.

Dan sesaat kemudian, air meninggalkan tubuhku…

Aku kembali melayang…. Aku ditarik keluar dari dalam air dengan ‘mahluk’ itu masih mencengkeram erat di kakiku.

“Ukhh!!” teriakku teredam ketika aku terbanting ringan di lantai kolam lagi.

‘BUOOO!!’

‘BUOOOOO!!’

‘BUOOOOOOO!!!’

Aku mendengar suara ‘mahluk’ itu melolong-lolong, beserta dengan suara lain...

Suara manusia?...

Aku memaksakan diriku bangun.

Tidak beberapa jauh dari tempatku terbaring, aku melihat si ‘mahluk’ berkeriput itu sedang bersama sesosok kakek tua yang mengenakan semacam baju rompi dengan bawahan berbentuk seperti hakama jepang bermotif bunga teratai.

Kakek itu memandangku, aku dapat melihat kumis dan jenggotnya yang panjang dan berwarna putih. Mata kakek itu terlihat sangat garang, namun aku tidak merasakan ketakutan, malahan anehnya, aku merasakan rasa aman di hatiku.

Aku mendengar suaranya yang menggema dalam kepalaku.

Dia mengatakan sesuatu dalam Bahasa jawa, kalau aku tidak salah “Galuh, mboten punapa?” atau semacam itulah.

Aku tidak paham apa arti kata-kata itu, tapi aku merasakan kalau kakek yang sedang menatapku ini menanyakan apakah aku tidak apa-apa, walaupun aku tidak mengerti siapa yang dimaksud kakek itu dengan Galuh…

Jadi aku mengangguk.

Kemudian kakek itu mengatakan hal lainnya dengan Bahasa yang sama, sambil menunjuk marah ke ‘mahluk’ keriput itu.

‘BUOOOOO…’

‘Mahluk’ keriput itu melolong ketika sang kakek menarik sesuatu yang mengikat leher ‘mahluk’ itu.

Sesuatu itu adalah tali emas yang terjalin seperti sebuah tali tambang.

Tali emas itu sepertinya mengikat leher ‘mahluk’ satunya itu dengan erat. Kakek itu mengatakan sesuatu lagi yang aku tidak mengerti. Aku hanya menangkap kalau kakek itu mengatakan kata Galuh beberapa kali sambil menunjuk ‘mahluk’ itu dan menggeleng. Kemudian aku melihat kakek itu tersenyum melalui matanya.

Kemudian sang kakek menarik ‘mahluk’ itu ke arah kolam renang dan keduanya menghilang di telan air kolam itu.

‘BUOOOOOOOOOOOO’

Aku hanya mendengar suara lolongan terakhir dari ‘mahluk’ itu.

Hal selanjutnya yang kuingat adalah guncangan-guncangan pada badanku.

Aku terbangun dengan keheranan.

“Enak banget tidur lu” ejek Cindy.

Aku tidur? Daritadi aku cuma bermimpi?

Aku masih kebingungan ketika Rina mengajakku untuk makan dulu sebelum istirahat. Dia mengatakan kalau mukaku sedikit pucat dan sebaiknya aku segera makan.

Akupun bangkit dan berjalan ke meja makan.

“Oi.. Lis, paha lu kenapa itu?” Cindy berteriak sambil menunjuk ke arah pahaku.

“Paha? Kenapa?” Aku melihat ke arah yang ditunjuk Cindy. “Oh!?” seruku kaget.

Aku melihat ada bekas melingkar pada pahaku. Tepat di tempat ‘mahluk’ keriput itu memeluk kakiku erat.

“Girls…” panggil Rina setengah berbisik, aku berbalik dan melihat wajahnya menjadi sedikit pucat.

“Kenapa Rin?” tanya Cindy.

Rina tidak menjawab kami, tapi dia menunjuk di suatu tempat pada lantai kolam.

Kami mendekati Rina untuk melihat apa yang dia tunjuk agar terlihat lebih jelas.

Di lantai kolam itu, terdapat bekas berwarna hitam bagaikan arang yang tercecer di pinggir kolam, tidak jauh dari bekas arang itu, terdapat dua bekas telapak kaki.

Masalahnya, bekas tapak kaki itu berupa pasir berwarna keemasan yang membentuk cetakan tapak kaki kiri dan kanan manusia dengan sempurna.

Setelah itu, aku merasa lemas.

Dan aku mendengar suara yang seakan datang dari jauh menggema di telingaku. Kata-kata itu masih kuingat sangat jelas bagaikan terus terngiang di kepalaku.

Suara itu mengatakan “Galuh, sakmenika sampun mboten punapa” yang terulang-ulang bagaikan gema di telingaku.


=== Cerita Selanjutnya ===