Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXII - Bagian 1 - 15 Juni 2011 - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXII - Bagian 1 - 15 Juni 2011

15 Juni 2011

Diary, kadang kala penasaran itu membawa petaka. Seperti kata pepatah Curiousity kills the cat.

Dan entah mengapa, ketertarikan orang-orang pada hantu atau mahluk-mahluk tidak kasat mata lainnya itu benar-benar mengagumkan.

Mengagumkan dalam artian, mereka mencari ketegangan dan ketakutan dari film-film ataupun hal-hal yang berhubungan dengan horror, sedangkan ‘mereka’ yang begitu ingin dilihat oleh orang-orang itu ada di sekitar kita tanpa disadari oleh para penggemar horror itu.

Dan ketika para penggemar horror itu dihadapkan pada ‘mereka’ secara langsung?

Seperti kejadian pada temanku yang sangat tergila-gila pada hal-hal yang berbau horror, ternyata melihat ‘mereka’ yang tidak nyata pada layar film dan dibandingkan dengan bertemu ‘mereka’ dengan langsung sangat berbeda.

Dan hari ini, aku membawa seseorang lagi untuk melihat ‘mereka’.

Jujur Diary, aku melakukannya karena merasa kesal dengan orang itu.

Aku merasa kesal karena sikapnya yang menganggapku tukang berhalusinasi dan setengah gila karena bisa melihat ‘mereka’.

Tapi aku lebih kesal lagi karena dia menghina Cindy, yang sama-sama bisa melihat ‘mereka’, sama sepertiku.

Karena itu, aku membawa orang itu untuk melihat ‘mereka’.

Dan lagi-lagi aku menyesal sekarang….

Jadi, tadi saat jam siang, si Anton (*sudah disamarkan - TS*) sedang membahas film horror yang sedang diputar di bioskop. Kemudian salah satu dari grupnya, Amel, berkata kalau aku dan Cindy bisa melihat ‘mereka’ sungguhan.

Kemudian, dengan congkaknya Anton mengatakan kalau hantu atau semacamnya itu tidak ada, dan orang-orang yang mengatakan bisa melihat ‘mereka’ adalah hoax dan fraud, alias pembohong dan penipu.

Karena kesal, Cindy langsung menantang Anton untuk melihat ‘mereka’ langsung. Dan saya mendukungnya.

Membawa mereka bertemu dengan si gadis merah di toilet perempuan terlalu berbahaya dan tidak mungkin membawa Anton masuk ke dalam, sedangkan penampakan lainnya, aku tidak yakin kalau Anton dan kawan-kawannya akan melihat ‘mereka’ karena bahkan aku sendiripun sering tidak bisa menemukan ‘mereka’ apabila ‘mereka’ tidak ingin menampakkan diri. Oleh karena itu, Aku dan Cindy memutuskan untuk mengajak Anton dan teman-temannya ke perpustakaan kami. Karena setidaknya para ‘mahluk’ yang berada di sana paling jinak dan paling tidak berbahaya…

Atau setidaknya begitulah menurutku dan Cindy.

Kami menunggu sampai jam 5 sore, sampai setidaknya sebagian besar mahasiswa sudah tidak berkumpul di area perpustakaan.

Dan sesuai dengan perkiraan kami, suasana di areal perpustakaan sangat sepi, bahkan lorong tempat para mahasiswa duduk berkumpul untuk membahas kuliah dan tugas mereka tidak ada seorangpun disana.

Kami masuk ke perpustakaan secara terpisah agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pengawas perpustakaan.

Setelah itu, kami langsung naik ke lantai 3 perpustakaan. Tempat ‘mereka’ paling sering menampakkan diri.

“Kosong tuh..” simpul Anton.

Tidak sih, sebenarnya tempat ini tidak kosong. Bahkan tanpa melihat langsungpun aku bisa merasakan perasaan geli pada tengkukku dan ditambah lagi dengan meremangnya bulu kudukku menandakan kalau setidaknya beberapa dari ‘mereka’ ada di sekitar kami.

“Tunggu aja” kata Cindy singkat sambil menarik tempat duduk di meja paling pinggir. Aku segera melakukan hal yang sama dengannya dan duduk di sebelahnya.

“Mana setan? Ayo dong keluar, sini berantem ama gue kalo berani, hahahahaha!” kata Anton dengan lantang.

‘BRRRR’

Tengkukku terasa sangat dingin. Aku menengok ke Cindy dan sepertinya dari raut wajahnya, dia juga merasakan sesuatu.

“Lis, kok gue jadi takut ya” kata Cindy

Aku hanya mengangguk gugup.

Selama ini aku dan Cindy pernah beberapa kali diganggu di perpustakaan ini. Tapi mereka semua tidak menganggu secara langsung melainkan hanya mengagetkan saja dengan muncul tiba-tiba.

Tapi baru kali ini kami merasakan udara yang begitu berat di perpustakaan ini.

“Ssst!!” Amel memberikan kode pada teman-temannya. Dia menunjuk pada sebuah rak buku yang terisi separuh.

Aku juga melihatnya.

Sesosok yang tampak sedang berdiri dibalik rak buku yang mengenakan pakaian berwarna abu-abu. Aku tidak bisa melihat kaki dan wajahnya karena tertutup buku.

Anton segera berlari menuju rak buku itu, diikuti oleh Amel dan ketiga temannya.

“Gak ada!” teriak Anton setelah dia mencapai rak buku tempat sosok itu tampak.

“Ahh!!” teriak Amel.

“Kenapa Mel?” tanya seorang gadis lagi di kelompok itu, aku lupa namanya.

“Barusan ada yang lewat cepet banget di rak sebelah sana” kata Amel.

“Perasaan lu doang kali?” ledek Anton setelah dia berjalan ke sisi dimana Amel melihat sosok itu.

Amel dan kawan-kawan Anton yang lain bergerak melewati rak buku ke sisi dimana Amel melihat sosok yang lewat itu.

“Mungkin bener kata Anton, Mel… cuman perasaan lu doang kali” kata si gadis teman Amel.

“Mungkin” jawab Amel.

Kemudian mereka semua berbalik menuju ke tempat aku dan Cindy sedang duduk.

Dan aku melihatnya. Dengan sangat jelas….

Sosok dengan pakaian dari kepala sampai ke kaki seluruhnya berwarna abu-abu meluncur dengan cepat dari dinding menuju ke Amel dan menepuk bahunya.

Amel menengok ke belakang “AHHHH!!” teriak Amel histeris sambil berjongkok dan menutup telinga dan matanya.

“Hah!?”

“Amel!?”

“Mel!?”

Kawanan Anton kaget mendengar teriakan Amel, semuanya berkumpul mengelilingi Amel yang masih berteriak-teriak histeris.

“Mel.. Mel… lu kenapa?” tanya gadis teman Amel yang berusaha menenangkan temannya yang histeris itu.

“AAHHH!! ANJ*NG!!” teriak salah seorang dari kawanan itu, lelaki yang bertubuh gempal dan berkulit gelap.

“Kenapa lagi lu!?” tanya Anton kepada temannya itu.

“Ah! Bangs*t lah Ton, gua gak mau ikutan lagi dah!!” teriak temannya itu “Ayo, Mel, ….. (sorry aku lupa nama yang disebut cowok itu) gak beres nih disini” lanjut cowok itu sambil menarik tangan Amel dan teman gadisnya itu.

“Ada apa sih sebenernya?” tanya teman gadis Amel itu.

“Gua ngeliat muka nemplok di jendela, Anj**rrrr!! Muka bonyok berdarah semua gitu” kata si cowok itu.

“Lu jangan bercanda dong, gua kaga seneng nih” kata si Anton masih kekeuh dengan pendapatnya kalau hantu itu tidak ada.

“Seriusan? Maksudnya tadi Amel juga ngeliat?” tanya si gadis teman Amel ke cowok gempal itu.

“Pasti deh, kalo enggak mana mungkin ampe gitu kan dia? Uda deh, bawa keluarnya si Amel bareng kita. Lu kalo mau lanjut silahkan Ton, gua kaga kuat kayaknya” cerocos si cowok gempal sambil menarik kedua gadis kawanan itu keluar.

“Eh.. eh… seriusan ini? Pada ngeliat apa sih?” tanya si gadis itu lagi sambil ditarik-tarik keluar oleh si cowok gempal.

“Tadi gua liat.. AHHH!!! Ngeh*kk!!!” teriak si cowok gempal lagi ketika dia berbalik menghadap ke arah Anton, tangannya yang hendak mengacungkan telunjuk masih terangkat separuh.

“Ton!! Di belakang lu!!” teriak si cowok gempal.

Ya… aku melihatnya dari tadi sih, di belakang Anton berdiri sosok dengan rambut yang bagaikan pohon beringin yang menutupi seluruh tubuhnya, yang terlihat hanya tangannya yang keluar dari antara rambut-rambut itu dan bergerak perlahan hendak menggapai bahu Anton.

Oh.. dan sosok berbaju abu-abu itu ternyata wanita.. Aku mengetahuinya dari bentuk tubuhnya. Dan aku sangat mengerti kenapa Amel begitu ketakutan. Wajah wanita itu sudah membusuk hingga berwarna hitam dan berkeriput, Separuh kepalanya berwarna abu-abu, rambut dari wanita itu sudah hampir habis sama sekali, hanya menyisakan beberapa helai rambut yang mencuat dari kepalanya. Sebelah matanya menggelantung lemas dari lubang matanya yang menganga. Sedangkan mata sebelah lagi bahkan sudah tidak memiliki bola mata sama sekali, hanya lubang kosong yang tersisa.

Dan sosok itu berdiri di samping Anton juga sekarang.

Anehnya si Anton tidak merasakan keberadaan ‘mereka’ sama sekali.

“AHHH!!” teriak si gadis teman Amel.

Sepertinya dia bisa melihat sosok di belakang Anton.

Gadis itu menarik lengan Amel dan berlari kencang keluar perpustakaan, disusul oleh si cowok gempal.

Anton mendatangi kami dengan wajah marah.

“Lu orang kerjasama ya?” tuduh Anton.

“Maksud lu apa?” tantang Cindy.

“Lu orang kerjasama ama kelompok gua buat nakutin gua kan? Biar gua percaya juga ama hantu-hantuan?” tuduhnya lagi.

“Eh, sorry aja ya, perasaan kenal aja kagak tuh gua ama temen-temen lu” bantah Cindy.

Anton menunjukku “Temen lu ini kenal Amel kok” tuding Anton.

“Aku sama Amel cuman pernah sekelas di semester 3, itu juga cuma sekelas, gak pernah ngobrol” jawabku. Aku sudah mulai kesal.

“Pokoknya apapun yang kalian mo lakuin pecuma” teriak Anton “Gua gak bakal percaya ama setan, sini lawan gua, tunjukin wujud ke gua kalo berani, celakain gua kalau bisa” teriaknya.

‘OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO’

“Ahh!?” Cindy dan aku berbarengan menutup telinga kami. Kami mendengar sesuatu di dalam kepala kami. Suara itu mirip seperti suara.. entahlah aku membayangkan suara angin yang melalui lorong panjang.

“Lu orang mau sandiwara apa lagi?” Anton menatap kami dengan mata meremehkan.

“Lu!!” Cindy baru saja hendak membalas perkataan tapi kami berdua mendengar suara di telinga kami.

‘PERGI!! SERAHKAN DIA KE KAMI, DIA MILIK KAMI’

Aku dan Cindy saling bertatapan.

“Udah, Cukup!!” teriak Anton sambil beranjak pergi “Sialan kalian semua, liat aja besok bakal gua bales. Berani-beraninya ngebohongin gua” ceracau Anton sambil beranjak pergi dari perpustakaan.

“Eh, Ton!!..” Cindy memanggil Anton, kurasa dia hendak memperingatkan Anton tapi sudah terlambat, cowok itu sudah keburu turun menggunakan elevator.

Kamipun pulang dengan hati ragu-ragu dan takut. Terutama karena ada kata-kata yang kami dengar tadi.

Dan benar saja, ketakutan kami terbukti. Amel meneleponku, entah darimana dia mendapat nomor HPku, tapi dia mengabarkan kalau Anton mengalami kecelakaan mobil yang cukup parah.

Dia harus dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang cukup parah.

Untungnya Anton tidak sampai kehilangan kesadaran.

Yang membuatku jadi kepikiran, adalah katanya Amel, Anton sekarang ini berteriak-teriak histeris di kamar Gawat Darurat tempatnya di rawat, katanya “Pergi.. Pergi!!” dan menurut cerita Amel, saat ini terpaksa Anton diberikan obat penenang terus menerus karena selalu berteriak-teriak ketakutan setiap kali dia sadar.

Aku… maksudku kami sepertinya telah melakukan kesalahan yang fatal…


=== Cerita Selanjutnya ===