Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXIV - Bagian 2 - 1 Juli 2011 - Cerita Seram Kaskus

Diary - Catatan seseorang yang bisa melihat Mereka (Catatan Nyata) - Part XXIV - Bagian 2 - 1 Juli 2011

Aku sempat melihat tangan berwarna hitam pekat keluar menembus dari lantai dan mencengkram pergelangan kakiku.

“AHH!!?” tangan itu menarik kakiku dengan kuat.

“ADUH!!” teriakku ketika punggung dan kepalaku terantuk lantai dengan sedikit keras.

“AHH!!!?” tangan itu masih menarik kakiku dan menyeretku di sepanjang dapur. Kemudian aku merasakan sensasi tarikan keatas pada kakiku, dan sesaat kemudian tubuhku sudah melenting melayang menyebrangi ruangan.

“Ugh!!” aku mendengar suara debum keras ketika punggungku menghantam tembok di seberang ruangan. Bersamaan dengan itu, aku merasakan semua udara dalam paru-paruku mendesak keluar.

“Uhh… Uhh…” desahku kesakitan. Seluruh tubuhku terasa sangat sakit, tulang-tulangku juga terasa sangat nyeri.

“HAHAHAHAHAHAHAHA”

Aku mendengar suara tawa yang keras bergema langsung ke dalam kepalaku.

Aku membuka sedikit mataku, dan aku melihat sosok yang menyerangku.

Si ‘dewa’ jahat yang pernah kutemui di kampungku. Kali ini kedua matanya telah berbentuk sempurna seperti letak mata pada manusia pada umumnya. Tapi sisanya masih tetap sama, dia masih berbentuk bayangan pekat berwarna hitam.

“Lis? Aku denger suara ribut-ribut-oh!?” Robert memasuki dapur.

Robert melihat ke arahku yang sedang bersender di dinding. Kemudian dia melihat ke arah ‘mahluk’ itu lagi dengan pandangan marah.

‘Mahluk’ itu mulai berjalan separuh melayang ke arahku.

Robert melompat ke antara kami, menghalangi jalur ‘mahluk’ itu ke arahku.

“Pergi!!” teriak Robert.

Tapi seakan Robert tidak pernah berdiri di situ, ‘mahluk’ itu berjalan menembus Robert dan mengarah langsung ke tempatku masih terduduk lemas.

Kemudian ‘dia’ mengangkat tangannya, dan aku merasakan leherku di cengkram oleh suatu tenaga yang tidak tampak. Seakan-akan tangan ‘mahluk’ itu sedang melingkar di leherku.

Aku merasakan kakiku menggelepar-gelepar tanpa daya sementara ‘mahluk’ itu “mencekikku”.

Pandangan mataku mengabur, dan kesadaranku melemah… tapi aku masih bisa melihat samar-samar Robert sedang berteriak-teriak kata-kata yang bagaikan bergema di telingaku dari belakang ‘mahluk’ itu sambil mencoba memukul-mukulkan kepalannya ke tubuh ‘mahluk’ itu dengan sia-sia.

Dari kesadaranku yang semakin hilang, aku melihat Robert mundur beberapa langkah. Kemudian dia mengatupkan kedua tangannya dan memejamkan matanya. Samar-samar aku melihat mulut Robert bergerak dengan cepat sambil dia tetap memejamkan matanya.

Kemudian aku merasakan cekikan ‘mahluk’ itu mengendur sampai akhirnya hilang sama sekali.

Udara masuk memenuhi paru-paruku dengan nyaman. Namun aku masih terasa begitu lemas hingga kesulitan untuk membiarkan mataku tetap terbuka.

Tapi setidaknya aku bisa mendengar suara teriakan Robert.

Dia meneriakkan doa-doa. Dan sesaat kemudian, aku merasakan kesadaranku menghilang sepenuhnya.

Bangun-bangun aku sudah terbaring pada ranjangku dan di samping tempat tidurku duduk Cindy dan Robert dengan wajah khawatir.

Di atasku, Kiki melayang-layang dengan raut wajah tidak kalah khawatirnya dengan dua orang di sampingku.

“Kakak…” bisik Kiki.

“Lu udah bangun Lis?” tanya Cindy sambil membantuku untuk duduk.

Aku terbatuk-batuk sebentar dan melihat ke arah orang-orang di sisiku, oh, dan ditambah satu hantu, kurasa…

“Bagaimana?” tanyaku.

“Tadi gue denger ceritanya dari Robert..” kata Cindy.

“Tadi itu… aku panik, keadaan kamu parah banget. Aku udah mau bawa kamu ke rumah sakit pas Cindy sampai tadi” Robert melanjutkan cerita Cindy.

“Iya, gue juga lihat. Lu babak belur parah Lis, pala lu bocor pas gue dateng tadi” Cindy menjelaskan dengan wajah pucat.

Secara reflek aku memegang kepalaku. Tidak ada balutan, atau rasa sakit, tidak ada apapun….

Aku memandang mereka berdua dengan bingung.

“Iya, emang udah nggak ada Lis” kata Cindy.

Aku mengkerutkan alisku, tapi sebelum aku hendak bertanya Robert sudah mendahuluiku “Bukan itu aja, semua lebam-lebam di badan kamu juga ilang semua, sembuh total”

Aku melihat ke tangan dan kakiku. Memang tidak ada lebam-lebam.

“Aku enggak ngerti…” aku bicara akhirnya.

“Kami juga enggak, jujur aja. Tapi syukurlah, kalo semua luka lu gak sembuh ajaib gini, lu bisa lewat kayaknya” kata Cindy.

“Eh?”

“Kamu kuat berdiri? Mau coba lihat apa maksud kami?” tanya Robert.

Aku mengangguk.

Kemudian Robert dan Cindy membantuku berdiri dan memapahku berjalan menuju dapurku.

Dan sontak aku langsung merasa ngeri melihat pemandangan di depanku.

Cindy benar… aku bisa saja mati…

Aku melihat darah yang banyak, mulai dari di depan kulkas tempatku ditarik jatuh oleh ‘mahluk’ itu.

Jadi itulah rasa dingin di kepalaku yang kurasakan.

Jejak darah itu memanjang di lantai hingga berakhir di tengah ruangan. Tempat ‘mahluk’ itu menyeretku tadi, kurasa.

Kemudian yang paling parah adalah bekas darah yang berkumpul di dinding. Tempatku dicekik oleh ‘mahluk’ itu.

Aku menatap Robert dengan pucat.

“Terima kasih ya” kataku.

Robert menggeleng “Bukan, aku enggak bisa apa-apa lawan ‘dia’ “ katanya.

Aku menatapnya tanpa berkata apa-apa. Robert lalu melanjutkan kata-katanya “Doa-doa atau apapun yang aku lakukan enggak ada yang bereaksi sama sekali ke ‘dia’, ‘dia’ cuman ngilang sendiri aja”

Aku terdiam dan menunduk. Kebingungan.

“Kamu tau ‘mahluk’ apa itu?” tanya Robert.

Aku mengangguk, lalu aku menceritakan semuanya ketika aku pertama kali bertemu dengan ‘mahluk’ itu, tentu saja dengan dibantu dengan lembaranmu Diary. Aku menceritakan semuanya pada mereka.

Mereka berdua ternganga mendengar seluruh cerita tentang ‘mahluk’ itu.

“Lis…” Cindy bersuara setelah sekian lama berdiam diri “Apa mending lu coba kontak Oma Eli?”

Aku mengangguk “Iya, aku juga pikir begitu, besok aku telpon deh, sekarang udah malam soalnya”

“Oke” tanggap Cindy singkat.

Aku menatap Robert, tampaknya dia sedang berpikir tentang sesuatu dengan serius, alisnya berkerut.

“Kamu kenapa?” tanyaku.

Robert menatapku “Aku cuma teringat sesuatu…” katanya. Dia berdeham kemudian berkata dengan ragu-ragu “Sepertinya, aku lihat semakin dia nyakitin kamu, wujudnya berubah sedikit demi sedikit”

“Berubah? Maksudnya?” tanyaku.

“Kamu ingat pas dulu kamu pertama ketemu dengan si ‘mahluk’ ini bentuknya gimana?” tanya Robert.

“Iya” jawabku.

“Dan kamu ingat di buku Diary kamu tulis kalau awalnya dia mata satu terus akhirnya jadi tumbuh satu mata lagi?” Robert bertanya.

“Iya….” Aku mulai merasakan sesuatu firasat tidak enak yang mulai muncul dari dalam diriku. Tapi aku masih belum bisa menggambarkan itu apa… sampai kemudian Robert memberitahuku.

“Kamu ngerasa ada yang beda nggak ketika ‘mahluk’ itu muncul tadi?” tanyanya.

Aku terbelalak, tentu saja. Aku memang merasakan sedikit keanehan tadi.

“Matanya!!” aku berseru “Dulu pas ‘dia’ ngilang matanya masih enggak sejajar, tapi tadi matanya sejajar, kayak mata orang”

“Kamu yakin matanya seperti mata manusia?” tanya Robert.

Aku menatapnya dengan bingung kemudian berkata “Iya, tadi dia sempat berdiri di depanku, jadi aku bisa lihat jelas wujudnya” jawabku.

Robert terdiam, kemudian berkata hal yang membuatku kaget dan merinding “Pas dia udah mau ngilang tadi, matanya bentuk lingkaran, bulat besar dan menonjol keluar”

Kami semua terdiam mendengar kata-kata Robert.

Robert kemudian angkat bicara lagi “Sebaiknya besok kamu telpon oma Eli itu, kemudian kamu bisa izin seminggu kan kuliah? Absen kamu enggak apa-apa?” tanya Robert.

“Maksudnya?” tanyaku.

“Kamu harus balik ke kampung kamu untuk ketemu Oma Eli” jelas Robert terdengar ringan dan simple.

“Hah??” tentu saja aku kaget mendengar kata-kata Robert itu.

“Iya.. dan aku juga mungkin minta izin ikut bareng kamu… aku….” Robert terdiam sebentar, kemudian melanjutkan dengan ragu-ragu “Aku mau coba tanya ke Oma Eli… mungkin aja… mungkin aja Oma Eli bisa bantu Kiki…” katanya dengan terbata-bata.

Kiki dan aku menatap Robert bersamaan. Kemudian aku merasakan rasa haru ke dua bersaudara ini.

“Baiklah, besok aku akan telpon ke oma Eli” kataku “Tapi kamu tidak apa-apa? Maksud aku, absen kamu gimana? Kamu kan udah bolos lama?”

“Enggak apa-apa… toh kuliah aku bayar sendiri” kata Robert.

“Hah? Ortu kamu?” tanyaku reflek.

“Ortu aku udah enggak ada semua, mereka… yah.. enggak lama setelah Kiki pergi, mereka juga pergi satu per satu…” kata Robert sedih.

Aku menatap Kiki dan aku yakin kalau anak ini baru mengetahui tentang kematian kedua orangtuanya.

“Mama meninggal karena stress gak lama setelah Kiki ilang…” Robert bercerita “Sedangkan papa… kira-kira dua tahun lalu meninggal juga nyusul mama”

Lalu Robert melihat Kiki, sepintas wajah Robert terlihat takut, kemudian dia kembali menatap Kiki lurus-lurus “Maafin koko ya… koko gak pernah cerita ke Kiki soal ini..”

Kiki mulai terisak tanpa suara. “Tapi, seenggaknya kalau Kiki pulang ke surga, mama dan papa sudah nunggu Kiki disana” kata Robert lagi ke hantu adiknya.

“Robert…” aku berkata pelan sambil memegang tangannya “Bagaimana kalau kamu tidur di sini?”

Usulku itu langsung mendapatkan pandangan terkejut dari tiga sisi.

Aku baru tersadar bagaimana kata-kataku barusan kedengarannya, jadi aku buru-buru menjelaskan pada mereka “Ehh!! Bukan-bukan!! Bukan kayak yang kalian pikir, maksud aku, tadi Kiki cerita ke aku, katanya dia bisa di dekat-dekat aku dengan bebas meskipun agak jauh dari kamu” aku melihat ke arah Robert “Dan Kiki bilang, katanya kamu ngeliat Kiki sepertinya bentuk yang serem..” kataku meminta konfirmasi dari Robert.

“Iya… di mataku.. Kiki terlihat sudah membusuk… seperti…. Mayat….” Robert menatap ke arah hantu adiknya “Maafin koko ya Ki..”

Kiki mengangguk kecil, air mata gadis kecil itu masih belum berhenti dari tadi.

“Ehm.. jadi gitu… maksud aku, jadi biar kamu nginep di sini buat hari ini, biar kamu bisa tidur, Kiki deket aku aja malam ini, gimana?”

Robert dan Kiki menatapku dengan tatapan penuh terima-kasih.

Tapi kau tau Diary… Iya aku menulismu ini pada jam dua pagi karena tidak bisa tidur, sedangkan Robert sedang tidur di sofa di ruang tengah rumah kontrakan ini.

Yang membuatku tidak bisa tidur bukan karena kehadiran Robert.

Tapi karena kata-kata Kiki tadi…

Dia masa bilang, kalau aku secara tidak sadar sudah suka pada Robert kan….

Aduhh… ini bisa-bisa aku tidak tidur semalaman…


=== Cerita Selanjutnya ===