100 Tahun Setelah Aku Mati #63 - Hikmah Dari Siomay Sambal Kacang - Cerita Seram Kaskus

100 Tahun Setelah Aku Mati #63 - Hikmah Dari Siomay Sambal Kacang

9 bulan 10 hari.. tentunya kalian tau itu adalah usia kehamilan yang umum, dan risa sudah menjalani hampir setengah dari masa kandungan itu, perutnya kini sudah membesar dan saya sudah membatasi geraknya agar jangan beraktifitas terlalu berat, itu membuat kesibukan saya bertambah dengan harus mengurus banyaknya pekerjaan rumah seperti mengepel, mencuci dan banyak lagi, sebenarnya risa melarang saya untuk melakukanya,

“mas, itu tugasku sebagai istri, biar aku aja aku masih bisa kok” begitu katanya, tapi tetap saja saya tidak tega karena dengan usia kandungan yang mulai menua membuatnya susah bergerak, dan dengan ikhlas saya menggantikan tugasnya...
Oh iya beberapa waktu lalu kami melakukan pengecekan rutin untuk kesehatan kehamilanya, dan semuanya berjalan dengan normal, bayi dalam kandungan risa sehat dan perkembanganya bagus,
Setiap malam kami berdiskusi mengenai hal2 yang harus segera disiapkan,
Dan persoalan nama adalah hal yang paling sering kami debatkan..

“kalo cewekbesok kita namain Bulan ya mas?” kata risa kepada saya, sambil mengelus perutnya

“kalo lairnya siang kita namain matahari gitu?” jawab saya dengan kurang setuju dengan nama yang direncanakan risa,

“dihh, mas asal deh” jawab risa dengan manyun..

“iyadeh, iya nduuk, tapi kalo lahirnya cowok aku pengen kasih nama dari tokoh pewayangan ya” imbuh saya

“siapa mas?” tanya risa..

Saya melempar pandangan ke dinding, di rumah saya ada banyak wayang kulit yang tertempel didinding sebagai pajangan, almarhum bapak dulu adalah penyuka wayang kulit, jadi nama2 pewayangan jawa sangat akrab di telinga saya karena bapak dulu sering menceritakan kisah keteladanan dalam pewayangan, seperti kisah pada serat tripama yang berarti kisah 3 suri tauladan yang menceritakan Bambang Sumantri, Raden Kumbakarna, dan Adipati Karna, dan tokoh wayang kesukaan bapak dulu adalah Adipati karna, kisah kesatria dari kadipaten Awangga itu menjadi kisah suri tauladan yang sering diceritakan bapak, di dinding rumah saya tertempel tokoh 5 orang pandawa, beberapa keturunan pandawa seperti Gatotkaca, Antasena, Antareja, Bambang Irawan, wisanggeni, dan diujung deretan wayang itu adalah tokoh yang saya sukai...

“Abimanyu” jawab saya sambil menunjuk salah satu tokoh wayang yang terpajang di dalah satu sudut dinding..
Risa mengerutkan dahi dan bertanya
“Abimanyu?, itu tokoh yang gimana mas?”

“Abimanyu itu salah satu anak arjuna nduk, dia mewarisi ketempanan bapaknya, dan keluesan ibunya, dia juga punya anugrah berupa Wahyu Cakraningrat, yang artinya bakal meneruskan keturunan Raja, dan kisah keprajuritanya itu bisa diteladani dimana dia gugur saat perang baratayuda dengan terhormat”

“ohhh.. bagus sih namanya, hihi, ya aku sih suka2 aja mas, siapapun nama anak kita besok yang jelas aku pengen dia jadi anak baik, ya kayak doa orangtua pada umumnya”
Ucap risa dengan tetap mengelus perutnya,
**
“mau makan apa nduk?” tanya saya

“em.. siomay , pake pare yang banyak, tapi jangan pedes ya mas”
Saya hanya mengangguk geli karena permintaanya, dan karena saya baiknya lagi kumat maka tanpa babibu saya pun berangkat mencari somay kesukaan risa. Saya berjalan ke garasi dan mengeluarkan si butut, pespa kesayanganku, dan menggenjot starter kicknya..
“rengtengtengteng” bunyi suara mesin yang khas dari produk otomotif keluaran italy ini terdengar nyaring, saya mengendarai si butut dengan pelan sambil menikmati suasana sore hari, mungkin sekitar jam 5 sore, saya masih dapat melihat bias mentari yang mulai turun ke barat dan membuat langit berwarna jingga kecoklatan, kelelawar mulai berterbangan, satu2nya mamalia yang bisa terbang itu membuat siluet kehitaman dilangit, dari arah selatan kumpulan burung bangau terlhat terbang menggerombol, membuat formasi terbang yang teratur, bangau2 itu pasti baru kembali mencari makan di pematang sawah atau rawa yang ada di selatan jogja..
Jalanan di kompleks perumahanku lumayan ramai, ramai dengan pejalan kaki dan pesepeda, saya mengklakson bebrapa tetanggaku yang terlihat didepan rumah mereka, ada yang menyiram tanaman, ada yang sekedar duduk di teras, terlihat beberapa ibuk2 sedang heboh mengobrol sambil mengawasi anak2 mereka yang asik bermain di pelataran, saya mengalihkan pandangan ke kanan kiri jalan, dan melihat berbagai penjaja makanan di pinggir jalan, pecel, gudeg, dan banyak lagi,suasana jogja yang asli.. inilah suasana yang selalu saya rindukan selama kuliah dulu, jogjaku yang berhati nyaman, jangan berhenti nyaman ya .. gumamku bicara sendiri..

Saya menoleh lagi, dan berusaha mencari gerobak somay kakilima yang biasa menjadi langganan saya dan risa dan itu dia, penjualnya adalah seorang bapak2, rambutnya sudah mulai putih namun badanya terlihat sehat, dari dulu daganganya selalu ramai, karena selain enak beliau juga sangat ramah kepada pelangganya,..

“wahh mas rizal, lama ini gak mampir “ sapa pak mukhlis, ketika saya menyetandarkan si butut di dekat gerobaknya..

“iya ini pak, lagi banyak urusan rumah” jawab saya dengan sopan

“mbak risa kemana ini mas kok gak diajak?, biasanya kan lengket banget” tanya beliau membuka obrolan..

“dirumah pak, lagi ngidam somaynya bapak, pesen kayak biasa ya pak, tapi buat risa banyakin parenya” pinta saya kepada pak mukhlis,pak mukhlis sudah hapal betul dengan selera saya jadi tidak perlu banyak bicara beliau akan membuatkan somay dengan irisan kentang dan kobis goreng yang banyak..

“oh iya siap mas, tapi mohon ditunggu sebentar ya, bumbu kacangnya habis, istri lagi ambil di rumah sebentar, gapapa kan mas?, sabar dulu ya” ucap beliau ramah sambil memberikan sebuah kursi platik untuk saya duduk menunggu..

“ahh ga masalah pak, lagi sante kok saya, saya tunggu.. kan yang bikin enak dari siomay bapak kan bumbu kacangnya itu pak” balas saya sambil duduk di kursi plastik berwarna biru itu..

“halah, mas rizal ini bisa saja, saya sambi ya mas, ini ada pesenan dibungkus lumayan banyak” jawab beliau, saya hanya menjawab dengan anggukan kecil..

Saya mengamati pak mukhlis yang sedang melanjutkan kesibukanya, beliau sedang menyiapkan somay untuk pembeli lain yang lebih dulu mengantri. Saya menaksir umur beliau mungkin berumur 60 tahun, seingat saya sejak saya pindah dari semarang ke rumahku yang sekarang pak mukhlis sudah berjualan disini, beliau selalu dibantu dengan istri beliau selama berjualan, dan belakangan saat sekembalinya dari Ausie saya sering melihat anak beliau turut membantu berjualan...

“wahh ini ibune kemana kok lama” gumam beliau sambil memandang kearah jalanan, rupanya pak mukhlis sedang menunggu istrinya yang tak kunjung datang..

“santai saja pak, saya gak keburu2 kok, kayaknya kelarisan banget ini pak” ucap saya sedikit berbasa-basi..

“hehe, ya Alhamdulillah mas.. namanya dagang gak tentu, kadang sepi kadang rame kayak gini, tapi alhamdulillah masih diberi kesehatan terus buat cari rejeki”

“si itu anak bapak kemana pak?, biasanya kan ikut bantu juga kan?”

“si Lia?, masih kuliah mas dia, kalau sabtu kayak gini kuliah sampe abis isya” jawab beliau sambil duduk di sebelah saya sambil menunggu istri beliau.

“wooo... putri bapak udah kuliah to, saya kira masih sma, kuliah dimana pak?”

“di UGM mas, ambil jurusan ekonomi”

“waahh.. hebat pak, putri bapak pinter ternyata ya”

“mas rizal ini bisa aja, lha yo masih pinteran mas rizal, wong kuliahnya aja sampe keluar negri, dimana itu mas? Denger2 di Amerika ya?”

“hihi, bukan pak.. saya dulu kuliah deket sini kok, di australi” jawab saya asal kepada pak mukhlis.

“oh di australi to, ya deket mas kalo Cuma di autrali naik becak setaun paling juga sampe” jawab pak mukhlis dengan lebih asal,..

“hahaha iya pak, deket naik becak ya pak” jawab saya sambil menahan geli karena guyonan pak mukhlis..

“tapi hebat lho pak putri bapak, masuk UGM kan gak gampang”

“ya alhamdulillah mas, saya juga bersyukur si lia itu bisa kuliah, untung dapet kuliah negri kalau enggak kan buyer saya mas cari dana buat kuliahnya lia, lha wong Cuma pedagang kecil kayak gini penghasilan juga gak tentu mas. Saya gak mau kalo anak saya itu besok Cuma jadi pedagang kecil kayak saya, kalopun jadi pedagang ya pedagang yang gedean dikit, hehe.. saya itu Cuma lulusan SR mas, ya mentok2nya jadi bakul siomay kayak gini, beruntung saya punya istri itu pengertian, dan mau diajak prihatin, pelan2 nabung sedikit2 mas, yang penting telaten, saya hanya manggut2 mendengar keterangan pak mukhlis yang saya anggap sangat masuk akal itu..

Sejenak saya berusaha meresapi kalimat pak mukhlis, mungkin ini hanya cerita biasa yang dialami jutaan orang didunia, tapi lebih dari itu saya paham bagaimana pak mukhlis berusaha memposisikan diri untuk memberikan penghidupan terbaik kepada keluarganya walaupun dengan keterbatasan yang ada.
Kalimatnya sederhana tapi menurut saya adalah sebuah pelajaran yang berharga pertama yang saya peroleh dari beliau, dan kata “telaten” dalam percakapan kami tadi akan saya gari bawahi, “telaten” ya kuncinya itu...

“lha mas rizal kan sebentar lagi jadi bapak to, pasti bakal ikut merasakan apa yang juga dialami saya ini mas, ya walaupun gak bisa dibandingin mas rizal kan orang pinter, tapi namanya kita itu hidup di dunia yang sama dan semua yang hidup itu bakal diuji mas, mas rizal ini masih muda masih harus banyak belajar”

Sekali lagi saya hanya bisa mengagguk mendengar nasihat pak mukhlis, mungkin sudah menjadi naluri orang yang sudah tua untuk memberi wejangan kepada orang yang masih muda seperti saya ini..

“nahh.. itu dia, walah luamanee bune” kata pak mukhlis menyambut istrinya yang baru saja datang membawa bungkusanyang berisi bumbu sambal kacang, istrinya juga suda kelihatan berumur, keriput diwajahnya menggambarkan sudah banyak peristiwa yang dilewati bersama pak mukhlis,

Saya mengamati kedua orangtua itu, beliau berdua, meskipun sudah tua sangat terlihat harmonis,lihatlah bagiamana mereka saling melempar senyum dan celotehan dalam berinteraksi, tidak terlihat beban diwajah mereka, dan disitu saya mendapat pelajaran berharga kedua “ikhlas”.. secara tidak sadar saya belajar dari keluarga pak mukhlis bagaimana cinta selalu dapat tumbuh seiring berjalanya waktu dengan satu kata sederhana yang bisa diaplikasikan yaitu “ikhlas”..

Tanpa sadar bibir saya tersenyum, melihat hal sederhana dan pelajaran yang baru saja diberikan pak mukhlis kepada saya...

“nah.. ini mas pesenanya, tak bonusi sebungkus buat mbak risa yang lagi ngidam” ujar pak mukhlis ramah sambil memberikan kantong plastik berisi pesanan saya.

“waduh pak, kok malah dibonusin gak enak jadinya”

“helehh gapapa mas, itung buat langganan yang udah lama jajan disini, saya ini inget betul kok mas dulu mas rizal, mbak risa dan temen2nya kan sering jajan disini dari smp.. eee saya sendiri gak nyangka anak smp yang dulu sering jajan disni malah jadi suami istri, ya saya cuma bisa mendoakan semoga mas rizal dan mbak risa menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah, dan punya keturunan yang soleh”

Dan disitu saya hanya bisa tersenyum sambil mengucapkan terimakasih kepada pak mukhlis.
“terimakasih pak bonusnya” ucap saya sambil pamit..
“dan terimakasih untuk hikmah dari siomay sambal kacangnya” kata saya dalam hati sambil melaju pelan untuk pulang kerumah...


=== Cerita Selanjutnya ===